Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ā€˜import ā€˜impor’ ...

Nyanyian Zaman Joodai

Nyanyian Zaman Joodai


4.  Kayoo (Nyanyian) Zaman Joodai


Secara garis besarnya, puisi Jepang dapat dibagi dua yaitu Kayoo dan Waka. Kayoo adalah nyanyian yang disampaikan dengan mulut dan dinikmati melalui indra pendengaran. Sampai sekarang masih mempunyai pengaruh yang besar, terutama Kayoo Zaman Joodai yang merupakan bagian penting Kesusastraan Jepang Kuno. Kayoo Zaman Joodai ini diceriterakan dari mulut ke mulut dan mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya Kesusastraan Jepang pada umumnya dan Shudan Bungaku (karya kesusastraan yang dihasilkan oleh beberapa sastrawan) pada khususnya, termasuk pula semua jenis pantun sebelum timbulnya Waka. Nyanyian Kayoo inilah yang menjadi titik tolak terciptanya Waka.

Setelah Waka muncul, Kayoo masih tetap mempunyai hubungan yang erat dengan Waka, malah melebihi zaman sebelumnya dan mempunyai arti penting dalam Sejarah Kesusastraan Jepang. Kayoo yang masih ada sampai sekarang terdapat dalam Kojiki, Nihonshoki, Fudoki, Shoku Nohongi, Kinkafu, Butsusoku Sekikakhi, Nihon Ryooiki dan lain-lainnya kira-kira 300 nyanyian. Diperkirakan sebagian besar pantun yang sebenarnya dibacakan hilang. 300 nyanyian yang tertinggal ini terbatas hanya menurut catatan buku dan tulisan pada tugu, sehingga tidak dapat dianggap sebagai bentuk keseluruhan nyanyian Kayoo Zaman Joodai. Tetapi biarpun demikian, 300 pantun yang tertinggal ini biarpun dalam bentuk yang bersahaja masih mampu menggambarkan kehidupan zaman Joodai yang dinamik dan mempunyai keindahan tersendiri bila dibandingkan dengan keindahan puisi jenis lainnya yaitu Waka.

Dapat ditambahkan bahwa dalam buku Manyooshuu juga terdapat banyak Kayoo. Mengenai hal ini akan diterangkan lagi pada bagian Manyooshuu.


Asal Mula Kayoo

Pada mulanya Kayoo tercetus dari gerak hati yang diungkapkan dengan kata yang sangat sederhana. Dari suara teriakan yang tidak segera dirasakan artinya dan yang keluar ketika bekerja atau pada waktu mengadakan perayaan untuk memuja dewa-dewa akhirnya terbentuk menjadi kata. Kata-kata ini kemudian disambung-sambungkan sampai akhirnya lahir dalam bentuk nyanyian Kayoo.

Pantun pada zaman primitif mungkin berasal dari pertukaran kata-kata yang diucapkan oleh dua orang yaitu Dewa Izanaki dan Dewi Izanami seperti : ā€œAnani yashie otoko oā€ dan ā€œAnani yashie otome oā€. Yang masih terkenal sampai sekarang misalnya adalah pantun yang menceriterakan kemenangan pasukan Jinmu Tenno seperti : ā€œImawayo Imawayo Aashiyao Imadanimo Agoyo Imadanimo Agoyo (dari Jinmuki – catatan Jinmu Tenno), dan nyanyian yang menggambarkan kegemaran dewa-dewa ketika pintu batu Amanoiwato terbuka, yaitu : "Aware Anao Moshiro Anatano Shianasa Yakeokeā€ (dari Kogoshuui) dan lain-lainnya.


Tempat Menyanyikan Kayoo 

Istana, terutama pada pesta minum sake, adalah tempat yang mempunyai kedudukan penting untuk menyanyikan Kayoo. Hal inilah mungkin yang menyebabkan banyak Kayoo zaman Joodai terdapat dalam Kojiki dan Nihonshiki. Mungkin itu pulalah yang menyebabkan pantun yang menggambarkan pesta minum sake menduduki posisi penting dalam dunia Waka.

Dalam Kojiki dan Nihonshoki, nyanyian peperangan dan nyanyian percintaan sangat menyolok, akan tetapi pantun peperangan hampir tidak terdapat dalam Waka.

Sebagai tempat untuk menyanyikan Kayoo bagi rakyat adalah tempat bekerja, akan tetapi isi nyanyian kerja ini kebanyakan adalah nyanyian percintaan, sehingga sampai sekarang sukar untuk memisahkan mana yang dapat digolongkan nyanyian kerja dan mana yang bukan. Tempat menyanyikan Kayoo bagi rakyat biasanya disebut Utagaki atau Kagai. Pada tempat-tempat seperti ini laki-laki dan wanita desa pada musim semi dan musim gugur berkumpul dan saling menyanyikan Kayoo dengan maksud untuk meminang. Biasanya tempat-tempat seperti itu diadakan di pantai atau di gunung. Nyanyian-nyanyian seperti inilah sebenarnya yang disebut nyanyian rakyat yang asli. Utagaki atau Kagai bukanlah hanya tempat untuk bertemu dengan kekasih, akan tetapi asal mulanya adalah tempat untuk menyatakan terima kasih kepada dewa-dewa atas hasil panen yang berlimpah-limpah, dan menurut Fudoki rupanya perayaan seperti ini diadakan di seluruh negeri. Bila ditinjau dari sifat perayaan tersebut, ada kemungkinan nyanyian Kayoo zaman Joodai pada mulanya bersumber dari Utagaki.


Pengarang Dan Pembuatan Kayoo

Dalam Kojiki dan Nihonshoki tertulis dengan jelas nama pengarang yang tak dapat dipercaya. Ada pula contoh yang bertentangan antara yang terdapat dalam Kojiki dan Nihonshoki. Seperti di Kojiki dikatakan sebuah nyanyian dibuat oleh Yamato Takerunomikoto ketika ia sakit keras dalam perjalanan pulang dari medan perang. Dengan mengalami sedikit perubahan kata-kata, dalam Nihonshoki, nyanyian tersebut dibuat oleh Keiko Tennoo ketika ia bepergian ke Kyushu. Perbedaan ini terjadi karena Kayoo waktu dimasukkan ke dalam buku Nihonshoki dan Kojiki atas perintah Tennoo tidaklah diambil dari dokumen tertulis, akan tetapi diambil dari ceritera-ceritera yang disampaikan dari mulut ke mulut. Selain itu nyanyian Kayoo dimasukkan begitu saja untuk membumbui Sekuwa, sehingga arti maupun fungsinya menjadi berubah. Karena itu perlu diperhatikan secara terpisah antara nyanyian itu sendiri dan pengarangnya, karena Kayoo yang sebenarnya terjadi dalam kelompok ini, dalam buku Kojiki maupun Nihonshoki ditulis seolah-olah karya perorangan.


Materi Serta Pengutaraannya

Materi Kayoo beraneka-ragam, seperti binatang, tumbuh-tumbuhan atau barang-barang buatan manusia dan lain-lain yang mempunyai hubungan erat dengan kehidupan manusia. Ada kalanya materi tersebut mengenai hasil pertanian, hasil-hasil laut serta usaha-usaha manusia lainnya. Pengutaraannya tidak jelas seperti yang kita jumpai dalam kata-kata biasa, namun ada juga yang menggugah perasaan. Kadang-kadang mempergunakan kasane kotoba (pengulangan kata) misalnya gunung-gunung, tali-temali, dan lain-lain, tsuika (kata yang menggambarkan perbedaan kontras) misalnya laki-laki kuat, wanita lemah, zensoho (kata-kata yang menggambarkan puncak suatu keadaan) misalnya miskin, merana, melarat, hina-dina dan lain-lain. Cara pengutaraan seperti ini memberikan pengaruh yang besar kepada pantun Waka. Selain pengutaraan kata seperti doon (mempunyai persamaan bunyi), doogo (kata-kata yang sama), dan doku (kalimat yang sama). Pengulangan kata-kata seperti itu dapat juga memberikan kepuasan tertentu kepada pendengarnya.


Bentuk Tubuh Kayoo

Dalam satu bait, suku kata yang dipergunakan berjumlah 2 sampai 9. Yang banyak dipergunakan adalah bait yang terdiri dari 5 dan 7 suku kata. Kalau dibandingkan jumlah suku kata yang terdapat dalam Kayoo dengan yang terdapat dalam Waka, dapat dikatakan bahwa suku kata dalam Kayoo tidak begitu tersusun.

Cara menyusunnya biasanya dimulai dari bait yang pendek, diteruskan dengan bait yang pendek dan kemudian diakhiri dengan bait yang panjang, tetapi ada kalanya malah sebaliknya. Bentuk keseluruhannya adalah Kata Uta yang terdiri dari 5. 7. 7, Shiku Taika 5. 7. 7. 7. Atau 7. 5. 7. 5, Tanka 5. 7. 5. 7. 7, Sedoka 5. 7. 7. 5. 7. 7, Butsusokusekikatai 5. 7. 5. 7. 7. 7, Choka 5. 7. 5. 7. . . . 5. 7. 5. 7, . . . 5. 7. 7, . . . 5. 7. 7, . . . 5. 7. 5 7. . . . 5. 7. 7. 7, dan lain-lain. Chooka biasanya terdiri dari 7 bait lebih. Di dalam Manyooshuu tidak terdapat Kata Uta dan Shiku Taika. Kata Uta kebanyakan terdiri dari tanya jawab dalam bentuk sajak yang bersamaan. Kalau dua buah Kata Uta disatukan, akan menjadi Sedoka. Butsusokusekikatai yang terdapat pada batu peringatan Butsuseki Kuil Yakushi di Nara, merupakan satu kumpulan pantun yang terjadi dari 21 bagian. Diduga bahwa pantun ini sebenarnya sudah ada sebelum batu peringatan ini dibuat. Butsusekikatai seperti disebutkan di atas, terdiri dari 5. 7. 5. 7. 7. 7, tetapi ada kalanya 7 suku kata terakhir dihilangkan, sehingga menjadi 5. 7. 5. 7. 7. Saja. Chooka susunannya tidak begitu teratur ada yang sampai berisi 49 bait.




Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya d...

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud ...

Sejarah Kesusastraan Jepang

Buku Sejarah Kesusastraan Jepang (Nihon Bungakushi) oleh Isoji Asoo dkk. Daftar Isi Kata Pengantar Kata Sambutan Catatan dari Penyunting Daftar Isi 1.        KESUSASTRAAN ZAMAN JOODAI 1.   Garis Besar Kesusastraan Zaman Joodai 2.   Mitologi, Legenda dan Dongeng 3.   Norito dan Senmyoo 4.   Nyanyian Zaman Joodai 5.   Manyooshuu 6.   Kanshibun 2.        KESUSASTRAAN ZAMAN HEIAN 1.   Garis Besar Kesusastraan Zaman Heian 2.   Kanshibun, Waka dan Kayoo 3.   Monogatari 4.   Catatan Harian dan Essei 5.   Ceritera Sejarah dan Dongeng 3.        KESUSASTRAAN ABAD PERTENGAHAN 1.   Garis Besar Kesusastraan Abad Pertengahan 2.   Pantun Waka dan Pantun Renga 3.   Monogatari, Setsuwa dan Otogizooshi 4.   Essei, Catatan Harian dan Catatan Perjalanan 5.   Hoogo dan Kanbungaku 6. ...