Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Menganalisa Pendengar

Menganalisa Pendengar


5.2 Menganalisa Pendengar


Ada beberapa topik yang dapat dipakai untuk menganalisa pendengar yang akan dihadapi. Pembicara umumnya telah diberitahu pendengar mana yang akan hadir dalam pertemuan tersebut. Sebab itu sebelum ia menganalisa pendengar berdasarkan beberapa topik khusus, ia harus mulai dengan data-data umum.


a. Data-data Umum

Data-data umum yang dapat dipakai untuk menganalisa para hadirin adalah: jumlah, kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, dan keanggotaan politik atau sosial. 

Jumlah yang hadir dapat diketahui segera dari mereka yang mengorganisasi kesempatan itu. Jenis kelamin: apakah pendengar terdiri dari pria saja atau wanita saja, atau campuran. Mengetahui jenis kelamin hadirin akan memudahkan pembicara untuk memilih perincian atau ilustrasi yang sesuai. Pokok mana yang disukai wanita, mana yang disukai pria, atau pokok mana yang disukai baik pria maupun wanita. Usia mereka akan menentukan sampai di mana daya tangkap mereka, dan pokok-pokok mana yang dapat dibawakan sesuai dengan usia mereka itu. Jabatan atau pekerjaan mereka sekaligus menunjukkan bidang apa yang menarik perhatian mereka dan yang benar-benar dipahaminya. Akhirnya uraian bagi mereka yang berpendidikan tinggi akan lain sifatnya bila dibandingkan dengan mereka yang kurang pendidikannya. Keanggotaan sosial-politis akan turut menentukan pula apa yang menjadi dasar pandangan mereka tentang berbagai hal yang terdapat dalam masyarakat.


b. Data-data Khusus

Di samping faktor-faktor umum sebagai dikemukakan di atas, pembicara harus memperhatikan pula data-data khusus untuk lebih mendekatkan dirinya dengan situasi pendengar yang sebenarnya. Data-data khusus tersebut meliputi:
(1) Pengetahuan pendengar mengenai topik yang dibawakan: Melalui data-data umum di atas, pembicara dapat menentukan berapa dalam pengetahuan pendengar tentang pokok pembicaraan, sampai di mana pengetahuan mereka tentang istilah-istilah yang dipergunakan. Bila pembicara tidak dapat menetapkan pengetahuan mereka tentang persoalan yang akan diuraikan, atau karena pendengar terdiri dari bermacam-macam orang dengan tingkat pengetahuan yang berbeda-beda, maka pembicara dapat mengambil sebagai dasar pengetahuan rata-rata dari para pendengar itu. 

(2) Minat dan Keinginan pendengar: Untuk menguasai massa, pembicara harus mengetahui apa yang dibutuhkan oleh pendengarnya, terutama kebutuhan yang dapat menghubungkan pendengar dengan topik pembicaranya.
Kebutuhan umat manusia pada umumnya, yang direalisasi dalam beraneka ragam bentuk, dapat disimpulkan sebagai lahir dari empat motif pokok, yaitu:
(a) tiap orang cenderung untuk menjaga keselamatan diri sendiri, dan rindukan kesehatan jasmaniah;
(b) tiap orang ingin menikmati kemerdekaan dan ingin bebas dari segala macam tekanan;
(c) tiap orang ingin membela diri dari ancaman mana pun, dan sadar akan harga dirinya;
(d) tiap orang ingin memperoleh kebahagiaan dan usia yang panjang.

Kempat macam motif dasar di atas akan lahir dalam bermacam-macam bentuk sifat dan perbuatan kelobaan, kekikiran, keinginan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman, persahabatan, daya-cipta, keingin-tahu, pengrusakan, ketakutan, perjuangan, keberanian, sifat suka meniru, kemerdekaan, loyalitas terhadap sesuatu hal, kenikmatan (kemewahan, keindahan, dan rekreasi), kekuatan dan kekuasaan, kebanggaan, pemujaan, kejijikan, kegairahan seks, simpati dan sebagainya.

Tiap pendengar pasti datang dengan suatu motif tertentu. Motif atau sikap pendengar itu sebenarnya merupakan suatu kristalisasi yang telah terjadi dalam dirinya melalui pendidikan, pengalaman, dan pengaruh lingkungannya. Sebab itu sudah seharusnya bahwa di samping keharusan untuk mengetahui faktor-faktor atau motif-motif umum, pembicara harus mengetahui pula motif-motif yang sudah mengalami kristalisasi dalam hidup mereka itu. Dengan menghubungkan gagasan-gagasan yang terdapat dalam pokok pembicaraannya dengan sikap hidup para pendengar pembicara sudah mengamankan suatu segi yang harus diperhatikan yaitu mencari tahu apa yang menjadi perhatian mereka.

(3) Sikap Pendengar: Bila pembicara sudah mengetahui motif yang sudah mengalami kristalisasi dalam kehidupan para pendengar, berarti ia sudah dapat menganalisa atau mengetahui sikap mereka terhadap topik pembicaraan. Dalam garis besarnya sikap para pendengar akan lahir dalam salah satu bentuk berikut: menaruh perhatian, atau sama sekali apatis terhadap topiknya. Sebaliknya terhadap pembicara sendiri, para pendengar dapat mengambil sikap: bersahabat, bermusuhan dan sikap angkuh.

Sikap apatis selalu timbul bila pendengar tidak melihat adanya hubungan antara pokok pembicaraan dan kepentingan atau persoalan hidup mereka. Sebab itu pembicara hendaknya selalu berusaha untuk mengaitkan pokok pembicaraannya dengan persoalan hidup pendengar. Atau dapat dikatakan bahwa sikap mereka pertama-tama ditentukan oleh pertalian antara topik pembicaraan dan persoalan hidup mereka.

Sikap bersahabat, bermusuhan atau angkuh ditentukan oleh sikap mereka terhadap pembicara sendiri, sejauh mana keintiman atau persahabatan mereka dengan pembicara, seberapa tinggi penghargaan mereka terhadap pembicara karena pengetahuan pembicara tentang topik yang dibawakan itu.

Di samping kedua faktor di atas, maksud pembicaraan turut menentukan sikap pendengar. Sikap pendengar terhadap maksud pembicaraan dapat diketahui misalnya bagaimana sikap mereka seandainya pembicara secara langsung menyampaikan maksudnya. Karena sikap itu umumnya bermacam-macam, maka pembicara harus berusaha untuk mengetahui sikap yang paling dominan, sehingga ia dapat menyesuaikan dirinya dengan sikap yang dominan tadi.



Baca: Buku Komposisi Gorys Keraf 

Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya dipis

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud

Bagian Pelengkap Pendahuluan

2. Bagian Pelengkap Pendahuluan Bagian pelengkap pendahuluan atau disebut juga halaman-halaman pendahuluan sama sekali tidak menyangkut isi karangan. Tetapi bagian ini harus disiapkan sebagai bahan informasi bagi para pembaca dan sekaligus berfungsi menampilkan karangan itu dalam bentuk yang kelihatan lebih menarik. Biasanya bagian pelengkap pendahuluan dinomori dengan mempergunakan angka Romawi. Bagian pelengkap pendahuluan biasanya terdiri dari judul pendahuluan, halaman pengesahan, halaman judul, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar dan tabel, dan halaman penjelasan kalau ada. Bila karangan itu akan diterbitkan sebagai buku, maka bagian-bagian yang diperlukan sebagai persyaratan formal adalah: judul pendahuluan, halaman belakang judul pendahuluan, halaman judul, halaman belakang judul, halaman persembahan dan halaman belakang persembahan kalau ada, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar atau tabel serta halaman penjelasan atau keterangan kalau