Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Penyajian pada Kelompok Kecil

Penyajian pada Kelompok Kecil


8.1 Penyajian pada Kelompok Kecil



a. Gerak-gerik

Para hadirin yang hadir dalam suatu presentasi lisan, tidak hadir untuk mendengar suara dari rekaman atau radio, tetapi ingin mendengar sesuatu langsung dari seorang manusia. Mereka ingin mendengar ucapan seseorang secara langsung, ingin melihat manusia seutuhnya dan sekaligus berkomunikasi dengan manusianya itu. Inilah yang mendorong mereka datang. Oleh sebab itu setiap pembicara harus memperlihatkan dirinya betul-betul sebagai seorang manusia yang hidup. Gerak-geriknya harus lincah, bebas, tidak kaku. Ia bukan saja mengadakan komunikasi melalui ucapan-ucapannya, tetapi juga mengadakan komunikasi melalui tatapan matanya, air muka, dsb. sama seperti dua orang yang berbicara berhadap-hadapan. Karena alasan inilah maka membaca dari naskah akan mengandung kelemahan yang besar, yaitu bahaya hilangnya kontak pandangan antara pembicara dan pendengar. Mimik, wajah mukanya pun harus diekspresi sesuai dengan isi pembicaraannya.


b. Teknik Bicara

Biasanya kecepatan berbicara akan turut menentukan pula keberhasilan uraian seseorang. Berbicara terlalu cepat akan menyulitkan orang menangkap apa yang diucapkan. Tetapi berbicara terlalu lambat juga akan menyebabkan pendengar sudah menerka terlebih dahulu apa yang akan diucapkan. Kecepatan pembicaraan pun dapat diubah dari saat ke saat sesuai dengan penting tidaknya isi uraian. Ada gagasan-gagasan yang barangkali tidak mudah diterima oleh hadirin. Dalam hal ini temponya agak diperlambat, tidak perlu harus lambat sekali. Lebih baik kalau gagasan yang penting itu diulang sekali lagi, daripada harus berbicara dalam tempo yang sangat lambat. Begitu pula sesudah menyampaikan sesuatu gagasan yang penting jangan langsung melanjutkan dengan masalah lain; berhentilah sebentar untuk memberi kesempatan pada hadirin untuk merenungkannya.

Berbicara bagi kelompok kecil barangkali tidak memerlukan alat pembesar suara. Sebab itu suara pembicara yang terlalu pelan akan menyebabkan pendengar memasang telinganya dengan sungguh-sungguh untuk dapat mendengar apa yang diucapkan. Lafal dan volume suara harus jelas. Bila pembicara mengetahui bahwa ada hadirin yang saling berbicara sendiri atau berbuat gaduh, maka pembicara yang berpengalaman biasanya merendahkan suaranya dan bukan berteriak untuk mengatasi kegaduhan itu. Dengan tiba-tiba berbicara lebih rendah, maka kegaduhan dan pembicaraan antara para hadirin akan kedengaran lebih jelas. Reaksi yang terjadi adalah: hadirin yang tertib akan jengkel terhadap yang membuat gaduh, atau para pembuat gaduh akan menemukan diri mereka sebagai pembicara yang tak resmi dalam kesempatan itu.


c. Transisi

Dalam komposisi tertulis, transisi antara satu topik ke topik yang lain jelas dinyatakan oleh judul-judul bab, judul-judul anak bab, atau pemisahan antara alinea dengan alinea. Dengan demikian unsur-unsur transisi berupa bahasa (kalimat atau kata transisi) tidak terlalu banyak dipergunakan. Dalam penyajian lisan sebaliknya transisi berbentuk bahasa lebih banyak diperlukan, malah harus diperhatikan secara khusus. Apalagi bila dalam pengantar telah diberikan orientasi mengenai pokok-pokok yang akan diuraikan, maka transisi dari suatu topik ke topik yang lain harus jelas dinyatakan.

Transisi dari suatu topik ke topik yang lain dapat dilakukan dengan beberapa cara atau gabungan daripadanya. Pertama, sesudah menyelesaikan suatu topik, pembicara berhenti sebentar sebelum mulai dengan topik baru. Kedua, pada saat menyampaikan topik baru, pembicara menggunakan satu-dua kalimat sebagai pengantar bagi topik yang baru tersebut. Ketiga, peralihan itu dapat juga dinyatakan dengan perubahan sikap; dari sikap duduk berubah ke sikap berdiri. Atau mengambil catatan-catatan baru dengan menyingkirkan catatan lama, atau mempergunakan alat-alat peraga yang baru dan menyingkirkan alat peraga yang lama.


d. Alat Peraga

Pembicara dapat membantu uraiannya dengan mempergunakan bermacam-macam alat peraga kalau dimungkinkan. Alat-alat peraga yang biasa dipergunakan adalah: proyektor geser, film, gambar, mesin perekam, dll. Walaupun boleh mempergunakan alat-alat tersebut pembicara harus tetap ingat bahwa alat-alat itu hanyalah pembantu belaka, bukan berfungsi menggantikan pembicara. Alat peraga hanya dapat digunakan dengan pertimbangan bahwa alat-alat itu menambah kejelasan uraian.

Untuk mempergunakan sebuah alat peraga pembicara harus mempertimbangkan pula beberapa hal berikut. Alat peraga itu cukup besar sehingga dapat dilihat dan dibaca semua hadirin. Jangan terlalu banyak ragamnya sehingga sukar dipahami atau diingat. Penggunaan alat peraga hanya dilakukan kalau ia membantu menjelaskan sesuatu hal yang tak dapat dilakukan melalui penjelasan lisan. Tetapi alat peraga itu jangan sampai menimbulkan situasi di mana akan hilang kontak antara pembicara dan pendengar, dan beralih menjadi kontak antara pendengar dan alat peraga.

Penggunaan ikhtisar tertulis atau uraian tertulis sebagai alat peraga sebaiknya dihindari. Bahan tertulis itu sebaiknya dibagi sesudah uraian lisan selesai. Bila sungguh-sungguh dibutuhkan karena sifat uraian, maka sebaiknya dibagi sebelum presentasi lisan, sehingga hadirin sudah melihat-lihat atau membaca sebelumnya. Dengan demikian sebagai alat peraga, pada waktunya pembicara dapat meminta hadirin untuk memperhatikan bagian tertentu dalam ikhtisar atau uraian tertulis itu.



Baca: Buku Komposisi Gorys Keraf 

Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya dipis

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud

Bagian Pelengkap Pendahuluan

2. Bagian Pelengkap Pendahuluan Bagian pelengkap pendahuluan atau disebut juga halaman-halaman pendahuluan sama sekali tidak menyangkut isi karangan. Tetapi bagian ini harus disiapkan sebagai bahan informasi bagi para pembaca dan sekaligus berfungsi menampilkan karangan itu dalam bentuk yang kelihatan lebih menarik. Biasanya bagian pelengkap pendahuluan dinomori dengan mempergunakan angka Romawi. Bagian pelengkap pendahuluan biasanya terdiri dari judul pendahuluan, halaman pengesahan, halaman judul, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar dan tabel, dan halaman penjelasan kalau ada. Bila karangan itu akan diterbitkan sebagai buku, maka bagian-bagian yang diperlukan sebagai persyaratan formal adalah: judul pendahuluan, halaman belakang judul pendahuluan, halaman judul, halaman belakang judul, halaman persembahan dan halaman belakang persembahan kalau ada, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar atau tabel serta halaman penjelasan atau keterangan kalau