Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Pola Logis

Pola Logis


4.2. Pola Logis


Sering terdengar ucapan "manusia adalah hewan yang berakal budi". Berarti manusia mempunyai suatu kesanggupan lebih dari hewan-hewan lainnya yaitu sanggup menanggapi segala sesuatu yang berada di sekitarnya dengan kemampuan akal budinya. Ia mencoba mencari hubungan-hubungan antara bermacam-macam peristiwa. Kemampuan budinya itu tercermin pula dalam usaha menyusun suatu uraian sesuai dengan tanggapannya. Tanggapan yang sesuai dengan jalan pikiran untuk menemukan landasan bagi setiap persoalan, mampu dituang dalam suatu susunan atau urutan logis. Urutan logis sama sekali tidak ada hubungan dengan suatu ciri yang inheren dalam materinya, tetapi erat dengan tanggapan penulis.

Sebenarnya semua topik yang diurutkan dalam suatu hubungan yang logis itu bertolak dari topik-topik yang sudah ada. Namun topik yang sudah ada itu oleh penulis dicarikan hubungannya satu sama lain, diberikan tanggapan dan diberi ciri-ciri tertentu.

Macam-macam urutan logis yang dikenal adalah:

a. Urutan Klimaks dan Anti Klimaks
    Urutan ini timbul sebagai tanggapan penulis yang berpendirian bahwa posisi tertentu dari suatu rangkaian merupakan posisi yang paling tinggi kedudukannya atau yang paling menonjol. Bila posisi yang paling penting itu berada pada akhir rangkaian maka urutan ini disebut klimaks. Dalam urutan klimaks pengarang menyusun bagian-bagian dari topik itu dalam suatu urutan yang semakin meningkat kepentingannya, dari yang paling rendah kepentingannya, bertingkat-tingkat naik hingga mencapai ledakan pada akhir rangkaian.

Urutan yang merupakan kebalikan dari klimaks adalah anti klimaks. Penulis mulai suatu yang paling penting dari suatu rangkaian dan berangsur-angsur menuju kepada suatu topik yang paling rendah kedudukan atau kepentingannya. Urutan ini hanya efektif kalau topik-topik yang dikemukakan itu berupa hal-hal yang konkrit, misalnya: hirarki pemerintahan, hirarki jabatan, dan sebagainya. Sebaliknya untuk menguraikan gagasan-gagasan yang abstrak maka urutan anti klimaks akan menimbulkan kesulitan karena tidak menarik perhatian; kalau sesuatu yang penting telah dikemukakan maka hal-hal yang penting tidak akan menarik lagi.

Dasar dari urutan ini adalah bahwa orang tidak akan menaruh perhatian lagi terhadap hal-hal yang kurang penting seandainya hal yang paling penting sudah dikemukakan lebih dahulu. Kekecewaan orang terhadap anti klimaks disebabkan oleh kegagalan menempatkan bagian yang paling penting atau yang paling tinggi pada tempat yang tepat.

b. Urutan Kausal
    Urutan kausal mencakup dua pola yaitu urutan dari sebab ke akibat, dan urutan akibat ke sebab. Pada pola yang pertama suatu masalah dianggap sebagai sebab, yang kemudian dilanjutkan dengan perincian-perincian yang menelusuri akibat-akibat yang mungkin terjadi. Urutan ini sangat efektif dalam penulisan sejarah atau dalam membicarakan persoalan-persoalan yang dihadapi umat manusia pada umumnya.

Sebaliknya, bila suatu masalah dianggap sebagai akibat, yang dilanjutkan dengan perincian-perincian yang berusaha mencari sebab-sebab yang menimbulkan masalah tadi, maka urutannya merupakan akibat-sebab. Mengapa seorang ditangkap? Karena melakukan korupsi. Jadi persoalan pertama yang dikemukakan adalah peristiwa penangkapan itu sendiri yang dianggap sebagai akibat, kemudian penulis berusaha mencari sebab-sebabnya yang diketemukan dalam tindakan korupsi. Cara ini merupakan cara yang paling umum.

c. Urutan Pemecahan Masalah
    Urutan pemecahan masalah dimulai dari suatu masalah tertentu, kemudian bergerak menuju kesimpulan umum atau pemecahan atas masalah tersebut. Sekurang-kurangnya uraian yang mempergunakan landasan pemecahan masalah terdiri dari tiga bagian utama, yaitu deskripsi mengenai peristiwa atau persoalan tadi, kedua, analisa mengenai sebab-sebab atau akibat-akibat dari persoalan, dan akhirnya alternatif-alternatif untuk jalan keluar dari masalah yang dihadapi tersebut.

Dengan demikian untuk memecahkan masalah tersebut secara tuntas, penulis harus benar-benar menemukan semua sebab baik yang langsung maupun yang tidak langsung bertalian dengan masalah tadi. Setiap masalah hanya bisa dikatakan masalah kalau akibat-akibat yang ditimbulkan telah mencapai titik kritis. Sebab itu untuk memecahkan masalah tersebut tidak bisa hanya terbatas pada penemuan sebab-sebab, tetapi juga harus menemukan semua akibat baik yang langsung maupun yang tidak langsung, yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi kelak.

Sebuah panitia yang dibentuk untuk mengatasi masalah bencana alam yang terjadi karena banjir yang melanda suatu daerah, tidak akan berhasil kalau ia hanya bertugas untuk mengumpulkan bahan makanan atau pakaian bagi yang ditimpa musibah. Ia harus menganalisa mengapa sampai terjadi banjir, di samping menemukan akibat-akibat yang terjadi. Dengan mengemukakan altenatif-alternatif untuk mengatasi banjir di kemudian hari, dan menyarankan cara-cara untuk menanggulangi akibat-akibat yang telah dan akan terjadi, diharapkan masalah itu dapat diatasi secara tuntas.

d. Urutan Umum - Khusus
    Urutan umum - khusus terdiri dari dua corak yaitu dari umum ke khusus, atau dari khusus ke umum. 

Urutan yang bergerak dari umum ke khusus pertama-tama memperkenalkan kelompok-kelompok yang paling besar atau yang paling umum, kemudian menelusuri kelompok-kelompok khusus atau kecil. Pertama-tama penulis menguraikan misalnya bangsa Indonesia secara keseluruhan, kemudian turun kepada hal-hal yang lebih khusus kepada suku-suku bangsa yang membentuk bangsa Indonesia seperti: buku Batak, Aceh, Sunda, Melayu, Jawa, dsb. Dari uraian yang bersifat khusus tadi, penulis bisa melangkah kepada hal yang lebih khusus lagi, yaitu perincian dari tiap suku bangsa tadi.

Urutan khusus - umum merupakan kebalikan dari urutan di atas. Penulis mulai uraiannya mengenai hal-hal yang khusus kemudian meningkat kepada hal-hal yang umum yang mencakup hal-hal yang khusus tadi, atau mulai membicarakan individu-individu kemudian kelompok-kelompok. Urutan ini merupakan salah satu urutan yang paling lazim dalam corak berpikir manusia. Dalam mengadakan pengelompokan-pengelompokan terhadap dunia hewan, maka ahli-ahli mulai meneliti hewan-hewan secara individual, kemudian menggabungkannya menjadi keluarga, species dan sebagainya.

Urutan umum - khusus dapat mengandung implikasi bahwa hal yang umum sudah diketahui penulis, sedangkan tugasnya selanjutnya adalah mengadakan identifikasi sejauh mana hal-hal yang khusus mengikuti pola umum tadi. Sebaliknya urutan khusus - umum dapat mengandung implikasi bahwa hal khusus maupun umum sama sekali belum diketahui. Hanya untuk menemukan suatu kaidah yang umum perlu diselidiki terlebih dahulu hal-hal yang khusus secara saksama. Urutan umum - khusus ini sebenarnya dapat mencakup pula urutan sebab - akibat, klimaks, pemecahan masalah. Atau dapat pula mengambil bentuk klasifikasi, atau ilustrasi. Dalam ilustrasi mula-mula dikemukakan suatu pernyataan yang umum, kemudian diajukan penjelasan-penjelasan dan bila perlu dikemukakan ilustrasi-ilustrasi yang dapat berbentuk contoh, atau perbandingan dan pertentangan.

e. Urutan familiaritas
    Urutan familiaritas dimulai dengan mengemukakan sesuatu yang sudah dikenal, kemudian berangsur-angsur pindah kepada hal-hal yang kurang dikenal atau belum dikenal. Secara logis memang agak ganjil jika pengarang mulai menguraikan sesuatu yang tidak dikenalnya, atau yang tidak dikenal pembaca. Bila pembaca tidak memahami persoalannya sejak permulaan, maka ia tidak melanjutkan pembacaannya. Dalam keadaan-keadaan tertentu cara ini misalnya diterapkan dengan mempergunakan analogi. Mula-mula diuraikan hal yang telah diketahui, kemudian diuraikan hal yang akan diperkenalkan dengan menunjukkan kesamaan-kesamaan dengan hal yang pertama tadi.

Seorang penulis diminta untuk membuat suatu uraian mengenai video-fon. Banyak orang yang belum mengetahui alat macam mana video-fon itu, dan bagaimana kerjanya. Namun ada sejumlah barang yang dikenal yang termasuk dalam keluarga ini. Untuk itu penulis mengemukakan hal-hal yang paling dikenal (familiar) dan berangsur-angsur semakin kurang dikenal hingga akhirnya mengemukakan alat tadi. Penulis menjelaskan bagaimana kerjanya sebuah alat telegraf, radio telefon, radio telefoni, televisi, dan akhirnya video-fon. Bila telegraf hanya bekerja sepihak, maka telefon bekerja timbal-balik. Bila radio bekerja hanya sepihak, maka radio-telefoni bekerja timbal-balik. Demikian pula bila televisi bekerja hanya searah, maka video-fon bekerja dua arah timbal-balik. Pembaca akan menerima dengan mudah uraian mengenai video-fon, karena beberapa alat yang sudah familiar.

f. Urutan akseptabilitas
    Urutan akseptabilitas mirip dengan urutan familiaritas. Bila urutan familiaritas mempersoalkan apakah suatu barang atau hal yang suda dikenal atau tidak oleh pembaca, maka urutan akseptabilitas mempersoalkan apakah suatu gagasan diterima atau tidak oleh pembaca. Sebab itu sebelum menguraikan gagasan-gagasan yang mungkin ditolak oleh pembaca, penulis harus mengemukakan gagasan-gagasan yang kiranya dapat diterima oleh pembaca; dan sekaligus gagasan-gagasan itu menjadi landasan pula bagi gagasan yang mungkin akan ditolak itu.

Dalam diskusi tentang penghapusan penjajahan di muka bumi ini, seorang kolonial tidak akan menerima desakan untuk meninggalkan daerah jajahannya. Penulis harus mulai membicarakan prinsip-prinsip yang diterima oleh tokoh kolonial tadi. Prinsip-prinsip yang kiranya dapat diterima oleh siapa pun adalah: manusia pada dasarnya dilahirkan bebas, sebab itu setiap orang berhak untuk menentukan nasibnya sendiri, mengatur rumah-tangganya sendiri. Bila prinsip ini diterima, penulis boleh melangkah lebih jauh bahwa dengan demikian tiap orang bebas pula mengadakan kumpulan-kumpulan untuk mengatur kepentingan mereka bersama. Kumpulan-kumpulan ini dalam bentuk besarnya dapat berupa suku atau bangsa. Sebab itu setiap kelompok, suku atau bangsa juga mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya untuk mengatur rumah-tangganya, bebas menentukan nasibnya dan sebagainya. Kalau prinsip di atas diterima, maka hal yang khusus, yaitu masalah penjajahan yang merampas kebebasan suatu kelompok itu, harus pula dilenyapkan dari muka bumi ini.

Suatu hal yang perlu ditegaskan di sini sebelum melangkah kepada persoalan yang lain, adalah bahwa tidak ada keharusan untuk mempergunakan pola kerangka karangan yang sama dalam seluruh karangan. Konsistensi harus terletak dalam tingkatan serta satuan yang sama. Misalnya bila pada topik-topik utama telah dipergunakan urutan waktu (kronologis), maka pengarang harus menjaga agar hanya topik-topik yang mengandung urutan waktu saja yang dapat disajikan dalam topik utamanya. Satuan-satuan topik bawahan dapat mempergunakan urutan lain sesuai dengan kebutuhannya.


Baca: Buku Komposisi Gorys Keraf 

Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya dipis

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud

Bagian Pelengkap Pendahuluan

2. Bagian Pelengkap Pendahuluan Bagian pelengkap pendahuluan atau disebut juga halaman-halaman pendahuluan sama sekali tidak menyangkut isi karangan. Tetapi bagian ini harus disiapkan sebagai bahan informasi bagi para pembaca dan sekaligus berfungsi menampilkan karangan itu dalam bentuk yang kelihatan lebih menarik. Biasanya bagian pelengkap pendahuluan dinomori dengan mempergunakan angka Romawi. Bagian pelengkap pendahuluan biasanya terdiri dari judul pendahuluan, halaman pengesahan, halaman judul, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar dan tabel, dan halaman penjelasan kalau ada. Bila karangan itu akan diterbitkan sebagai buku, maka bagian-bagian yang diperlukan sebagai persyaratan formal adalah: judul pendahuluan, halaman belakang judul pendahuluan, halaman judul, halaman belakang judul, halaman persembahan dan halaman belakang persembahan kalau ada, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar atau tabel serta halaman penjelasan atau keterangan kalau